12.4 Ekspor
UKM yang berorientasi ekspor,
menurut (Tambunan, 2003) diklasifikasikan menjadi dua, yakni Produsen Eksportir
(Direct Exporter) dan Eksportir Tidak Langsung (Indirect Exporter). UKM Produsen
Ekspor adalah UKM yang menghasilkan produk ekspor dan menjualnya secara
langsung kepada pembeli dari luar negeri (buyer) atau importir. Sementara
itu, UKM Eksportir Tidak Langsung adalah UKM yang menghasilkan produk ekspor,
yang melakukan kegiatan ekspor secara tidak secara langsung
denganbuyer/importir, tetapi melalui agen perdagangan ekspor atau eksportir
dalam negeri. Jumlah UKM Produsen Ekspor hanya 0,19 persen dari total UKM di
Indonesia. Sedangkan 99,81 persen UKM lainnya melakukan ekspor secara tidak
langsung dan/atau hanya melakukan penjualan di pasar domestik. Pada kelompok
UKM Produsen Ekspor, jumlah UKM yang melakukan ekspor sendiri hanya 8,7 persen,
sedangkan 91,3 persen UKM lainnya kegiatan ekspor dilakukan oleh importir.
Apabila ditilik dari nilai pangsa
ekspor, pangsa nilai ekspor UKM Eksportir Tidak Langsung sebesar 99,02 persen,
sedangkan pangsa ekspor UKM Produsen Eksportir sebesar 0,98 persen. Namun
demikian, tingkat perolehan keuntungan yang diperoleh UKM Produsen Eksportir
lebih besar dibandingkan dengan UKM Eksportir Tidak Langsung. Usaha Kecil (UK)
yang mempunyai peranan besar dalam ekspor adalah UK yang mengandalkan
keahlian tangan (hand made), seperti kerajinan perhiasan dan ukiran kayu.
Karakteristik tersebut merupakan keunggulan UK, di mana lebih banyak
mengandalkan keterampilan tangan, sehingga cenderung bersifat padat karya.
Usaha skala besar (UB) yang cenderung bersifat padat modal, tentunya akan sulit
masuk ke dalam dunia usaha ini. Di sisi lain, hal ini memberikan gambaran
pentingnya UK dalam penyerapan tenaga kerja,utamanya pada saat krisis
ekonomi.
Negara tujuan utama
ekspor UK secara umum adalah Singapura, namun bila ditilik menurut
komoditas, negara tujuan ekspor relatif beragam. Tingginya nilai ekspor ke
Singapura memberikan gambaran masih terdapat potensi peningkatan nilai tambah
atau economic rent UK terhadap produk yang diekspor, jika dapat
langsung mengekspor ke negara konsumen utama. Hal ini karena Singapura
merupakan negara “transit ekspor”, artinya produk UK yang diekspor ke
Singapura akan diekspor lagi ke negara lain. Walaupun hampir tidak terjadi
perubahan orientasi negara tujuan ekspor, namun pangsa ekspor ke tiap negara
tujuan antar waktu cenderung berfluktuatif.
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi UKM
berorientasi ekspor tidak dapat melakukan ekspor secara langsung,
yaitu export trading problem dan financing problem.
a. Export trading
problem terjadi karena tingginya risiko kegiatan ekspor (baik risiko
pembayaran maupun pengiriman barang), adanya tenggang waktu (time lag) dalam
pembayaran, dan tingginya biaya ekspor.
b. Financing problem terjadi
karena terbatasnya modal yang dimiliki UKM dan finance and guarantee
institution problem, yakni rendahnya dukungan lembaga pembiayaan dan penjaminan
ekspor terhadap UKM. Kondisi tersebut menngakibatkan strategi pemasaran UKM
cenderung menunggu pembeli, sehingga mekanisme perdagangan yang terjadi umumnya
adalah buyer.s market.
Sementara itu, Hardono (2003) mengemukakan
bahwa pada dasarnya UKM memiliki hambatan yang bersifat klasik, yakni hambatan
yang berkaitan dengan rendahnya kualitas sumberdaya manusia (SDM), lemahnya
manajemen usaha, rendahnya akses terhadap sumber pembiayaan dan pasar, serta
rendahnya informasi dan teknologi yang dimilikinya. UKM yang memiliki hambatan
dan kendala usaha berkaitan dengan ekspor diklasifikasikan menjadi dua, yakni
internal dan eksternal. Hambatan internal adalah hambatan yang disebabkan
kekurangan atau kelemahan yang melekat pada UKM itu sendiri. Hambatan eksternal
adalah hambatan yang disebabkan adanya faktor luar yang tidak melekat pada UKM.
Beberapa aspek yang menjadi hambatan internal
bagi UKM dalam kegiatan ekspor adalah :
a. Masih rendahnya komitmen UKM dalam
memenuhi pesanan pelanggan, baik lokal maupun mancanegara (on time
delivery);
b. Masih minimnya sistem managemen
yang diterapkan UKM, khususnya dalam aspek produksi, administrasi, dan
keuangan;
c. Keterbatasan sarana dan prasarana
yang dimiliki UKM dalam rangka memenuhi pesanan;
d. Rendahnya kualitas SDM, sehingga
dalam mengelola usahanya tidak didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang
sangat rasional;
e. Terbatasnya modal yang dimiliki
UKM, khususnya modal kerja;
f. Lemahnya jaringan komunikasi dan
informasi dengan pihak-pihak terkait, seperti dalam pengadaan bahan baku,
terkadang UKM hanya memiliki sumber terbatas, sehingga barang yang diperoleh
harganya tinggi;
g. Rendahnya kemampuan UKM dalam
riset dan pengembangan, sehingga belum memenuhi keinginan para buyer.
Di sisi lain, terdapat beberapa
aspek yang menjadi hambatan eksternal bagi UKM dalam kegiatan ekspor, yakni;
a. Tidak stabilnya pasokan dan harga
bahan baku serta bahan pendukung lainnya;
b. Persyaratan
dari buyer semakin tinggi, antara lain berkaitan dengan kualitas
produk, kualitas lingkungan sosial, kualitas lingkungan kerja, harga yang
bersaing, aspek ramah lingkungan;
c. Masih adanya regulasi pemerintah
yang kurang kondusif sehingga dapat menghambat laju ekspor UKM;
d. Rendahnya akses UKM terhadap
pasar, antara lain meliputi permintaan produk, standar kualitas produk,
ketepatan waktu pengiriman, dan persaingan harga;
e. Rendahnya akses UKM terhadap
sumber pembiayaan, antara lain meliputi informasi skim kredit dan tingginya
tingkat bunga;
f. Masih munculnya biaya-biaya
siluman yang berkaitan dengan ransportasi, kepabeanan, dan keamanan;
g. Kesulitan memenuhi prosedur dan
jangka waktu yang relatif lama untuk mematenkan produk bagi UKM.
Permasalahan yang dihadapi UKM
memang sangat kompleks, sehingga dibutuhkan berbagai pendekatan yang dapat
mengurangi hambatan yang ada. Keputusan politik pemerintah di semua lini dan
tingkatan yang berusaha memberdayakan UKM sudah tepat, mengingat potensi dan
peran UKM terhadap pembangunan nasional. Hal yang penting dan mendasar adalah
memberikan peluang yang lebih besar kepada para UKM dengan menekan atau
mereduksi hambatan-hambatan yang muncul.
Pendekatan yang perlu dilakukan
dalam mengurangi hambatan UKM dalam kegiatan ekspor, dapat ditempuh melalui
upaya meningkatkan kemampuan finansial dan manajerial UKM, membangun jaringan
pemasaran produk ekspor UKM, dan meningkatkan promosi produk ekspor UKM.
Kebijakan/peraturan pemerintah yang kondusif dan keberpihakan yang signifikan
dunia usaha, merupakan kunci keberhasilan dalam mereduksi hambatan UKM dalam
kegiatan ekspor. Di samping itu, diperlukan pemetaandemand dan supply pada
negara-negara tujuan ekspor. Hal ini akan sangat membantu UKM dalam menentukan
jenis dan tujuan pasar produk ekspornya.
Faktor-Faktor Penghambat Ekspor Produk UKM;
Akses terhadap sumberdaya
produktif merupakan aset yang harus dimiliki pelaku bisnis. Akses
terhadap sumberdaya produktif merupakan faktor yang menentukan dalam kelancaran
dan keberhasilan aktivitas bisnis. Dalam hal ini, UKM masih menghadapi hambatan
dalam mengakses sumberdaya produktif. Temuan lapang menunjukkan bahwa hambatan
UKM dalam mengakses sumberdaya produktif terdapat pada pembiayaan dan pemasaran
(64,29 persen), Jaringan bisnis (57,14 persen) dan teknologi (42,86
persen). Kondisi tersebut di atas memerlukan bantuan/fasilitasi sebagai upaya
meningkatkan akses UKM terhadap sumberdaya produktif. Bentuk fasilitasi yang
dapat dilakukan adalah menyediakan pembiayaan dengan perlakuan tertentu, baik
untuk investasi maupun modal kerja, yang memenuhi criteria persyaratan mudah,
mekanisme cepat, dan biaya murah. Di samping itu, diperlukan fasilitasi yang
diarahkan pada pengembangan jaringan bisnis UKM agar UKM dapat meningkatkan
akses pasar produknya.
Dalam era perdagangan bebas menuntut setiap
pelaku bisnis memiliki akses yang cukup terhadap pasar untuk meningkatkan daya saingnya.
Akses terhadap pasar merupakan kunci keberhasilan kegiatan ekspor. Justru hal
inilah yang merupakan titik lemah yang dimiliki UKM pada umumnya. Sebagian
besar UKM masih mengalami kesulitan dalam menembus pasar ekspor, sehingga
memerlukan fasilitasi pihak lain untuk meningkatkan akses pasar ekspornya, baik
pemerintah maupun mitra usahanya. Hal ini ditunjukkan dengan temuan lapang
bahwa sebagian besar UKM sampel memperoleh akses pasar ekspor melalui
keikutsertaan pameran (85,71 persen) dan informasi dari mitra usahanya (71,43
persen). Sedang sebagian kecil memperolehnya melalui media masa (28,57 persen)
dan internet (14,26 persen). Kondisi seperti uraian di atas, mengindikasikan
bahwa UKM masih memerlukan upaya untuk meningkatkan akses pasar ekspornya. UKM
dituntut untuk proaktif dalam mengakses pangsa pasar ekspor produknya. Dengan
berbagai keterbatasan yang dimilikinya, UKM memerlukan fasilitasi dari pihak
lain, termasuk pemerintah, untuk meningkatkan aksesibiltas terhadap pasar
ekspor. Upaya ini dapat dilakukan melalui penyediaan dan penyebarluasan
informasi, yang sesuai dengan kebutuhan UKM dalam kegiatan ekspor, terutama
yang berkaitan dengan spesikasi produk dan negara tujuan eksporSUMBER:
Erwin Elias. 2004. Hambatan dan Masalah Jaringan Produk
Potensial Ekspor UKM. Makalah dalam Diskusi Panel Pengembangan UKM dalam
Kegiatan Ekspor, 21 September 2004, Hotel Bumi Karsa, Jakarta.
Hardono. 2004. Faktor-Faktor yang Menghambat Bisnis
Ekspor UKM. Makalah dalam Diskusi Panel Pengembangan UKM dalam Kegiatan Ekspor,
21 September 2004, Hotel Bumi Karsa, Jakarta.
Neddy Rafinaldy. 2004. Upaya dan Strategi Pengembangan
UKM dalam Rangka Peningkatan Ekspor. Makalah.
http://kumpulanilmuekonomi.blogspot.com/2010/06/v-behaviorurldefaultvml-o.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar