11.3 Perkembangan Sektor Industri Manufaktur Nasional
Sejak zaman Ir. Soekarno saat beliau menjabat menjadi presiden pertama di
Indonesia, proses industrialisasi Negara Indonesia telah dirintis oleh beliau.
Mulai dari berbagai pabrik pembuatan aneka bahan pokok di Indonesia, dan
lainnya. Industrialialisasi di Indonesia mulai berkembang pesat saat Bapak
Soeharto menjabat sebagai presiden. Puncaknya adalah mampunya Indonesia
menerbangkat pesawat buatan anak negeri sendiri, yaitu N250 – Gatotkaca yang
pada waktu itu dipelopori oleh BJ. Habibie. Setelah sukses melakukan peluncuran
tersebut, makin banyak industry-industri di Indonesia yang berdiri. Kawasan
Industri pun semakin bertebaran. Di Jawa Timur sendiri, terdapat beberapa
kawasan industri yang terkenal. Seperti di daerah Surabaya, Gresik, Malang, dan
lainnya. Mulai dari Industri berat sampai industri-industri kecil
Dengan semakin berkembangnya Industri tersebut, maka dalam Industri tentunya
diperlukan sebuah keilmuan yang berhubungan dengan proses produksi industri
tersebut, khususnya industri manufaktur. Salah satu ilmu yang diperlukan adalah
Proses Manufaktur. Yaitu proses pembuatan produk manufaktur mulai dari
pencampuran bahan baku, proses pengecoran, pembentukan, hingga finishing. Dalam
kehidupan manusia, ilmu ini dapat diimplementasikan untuk membuat alat-alat
kehidupan sehari-hari. Mulai dari kursi, meja, laptop, kalkulator, dll. Oleh
karena itulah, proses manufaktur sangat diperlukan dalam kehidupan manusia,
karena hamper semua tool atau peralatan hidup manusia dibuat
melalui proses manufaktur.
Pada tahun 2012 yang lalu, berdasarkan riset yang dilaporkan oleh UNIDO
(Organisasi Pengembangan Industri Dunia), pertumbuhan industri manufaktur
global pada kuartal III tahun 2012 hanya 0.2 persen dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Catatan itu sekaluigus menunjukkan pertumbuhan paling lambat sejak
tahun 2009. Catatan ini pula menjadi warning kepada seluruh
negara-negara di dunia. Sebab, menurut badan PBB tersebut, industri manufaktur
akan menghadapi tantangan berat ke depannya. Hal itu disebabkan resesi kuat di
Eropa, serta melemahnya pertumbuhan ekonomi di Amerika Utara serta Asia
Timur, ditambah dengan melambatnya laju ekonomi di negara-negara berkembang.
Krisis ekonomi global menjadi kendala berkembangnya sektor industri
manufaktur di seluruh dunia. Lesunya perekonomian di Amerika Serikat dan Eropa
yang merupakan kiblat perekonomian dunia berdampak pada berbagai sektor
termasuk perindustrian manufaktur. Dampak dari itu semua adalah
perekonomian dunia pun ikut lesu karena sektor industri manufaktur termasuk
sektor yang paling basah.
Tingginya konsumsi masyarakat berakibat pada penguatn kinerja impor. Namun,
di sisi lain, kinerja ekspor relatif melemah akibar rendahnya permintaan di
dunia yang menyebabkan neraca perdagangan defisit. Krisis ekonomi di dunia juga
berdampak pada melemahnya nilai tukar berbagai mata uang negara, sehingga
sektor industri manufaktur pun semakin lesu.
Di tahun 2013 ini, banyak pihak yang lebih merasa optimistis dengan
perkembangan industri manufaktur dunia. Selain kondisi perekonomian amerika dan
eropa yang makin membaik, sektor industri manufaktur di negara berkembang juga
semakin pesat perkembangannya. Dengan begitu walaupun masih ada bayang-bayang
krisis ekonomi global, diharapkan industri manufaktur dunia lebih kreatif dalam
mengatasi permasalahan ini.
Sementara di Indonesia ini, prospek perkembangan industri manufaktur begitu
pesat. Optimisme itu merujuk pada krisis moneter pada tahun 1998 yang lalu saat
perekonomian Indonesia hancur lebur. Namun Indonesia ternyata mampu bangkit dan
pada tahun 2011 yang lalu pertumbuhan PDB bahkan mencapai 6.2%. Pada tahun
2012, pertumbuhan sektor industri manufaktur khusus sektor nonmigas secara
kumulatif mencapai 6.5%. Bahkan pada kuartal II tahun 2012 pertumbuhan mencapai
angka 7.27%. Hal itu membawa angina segar bagi sektor industri manufaktur di
Indonesia. Namun, yang perlu diingat di sini adalah tantangan untuk thun 2013
ini lebih berat ke depannya. Salah satu faktor yang paling memicu adalah
kenaikan TDL (Tarif Dasar Listrik) sebesar 15% yang itu akan berpengaruh pada
daya saing industri baik di sektor domestic maupun pasar ekspor.
Tantangan berat lain yang harus dihadapi oleh Indonesia adalah “ASEAN-China
Free Trade Area” yang telah diberlakukan semenjak Januari 2010 yang lalu. Hal
itu menyebabkan berbagai produk manufaktur dari china memasuki pasar Indonesia
dengan deras. Berbagai produk elektronik yang berharga murah pun menggerogoti
pangsa pasar produk lokal Indonesia. Demikian juga produk lainnya, seperti
besi, baja, tekstil, dan barang-barang hasil industri lainnya.
Melemahnya permintaan impor dari negara Eropa dan Amerika Serikat yang
masih mengalami masalah ekonomi, juga menyebabkan china melakukan ekspansi
besar-besaran ke seluruh negara Asia termasuk Indonesia. Walaupun tidak semua
sektor industri manufaktur yang mengalami ancaman dari China, namun ini tetap
saja harus menjadi perhatian serius.
Masalah lain yang harus segera dibenahi dalam sektor Industri manufaktur
adalah pengadaan bahan baku. Selama ini, sebagian industri manufaktur di
Indonesia masih belum mampu melakukan pengadaan bahan baku sendiri, sehingga
melakukan impor seperti pengadaan bahan baku plastik dan produk hulu
petrokimia, bahan baku industri baja, dll.
Keterbatasan infrastruktur transportasi juga menjadi masalah yang penting.
Kondis mesin yang tua juga menjadi deretan masalah yang dihadapi dan perlu
penanganan lebih lanjut dan serius, karena apabila tidak segera diatasi dalam
waktu dekat bisa menurunkan daya saing sektor industri ini sehingga industri
manufaktur di Indonesia akan sulit berkembang.
SUMBER:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar